Kamis, 10 November 2011

Bule di Perempatan Jalan

Lampu merah tanda kendaraan stop menyala di perempatan Jl Kebon Sirih dan Jl Agus Salim, Jakarta pusat. Seorang turis asing langsung lari bergegas menyeberangi jalan. Ia tak bawa apa-apa, hanya menenteng map. Rambutnya pirang. Sekilas rupanya mirip bos microsoft, Bill Gates.

Kalo dari raut muka, saya perkirakan bule ini turis asal Australia yang nginap tak jauh dari perempatan ini, di Jl Jaksa. Banyak bule yang nginap di wilayah ini adalah bacpacker asal negeri kanguru itu.

Si bule terlihat tergopoh melewati zebra crozz. Sepertinya usianya sudah 40-an tahun. Sayangnya Lampu merah yang menyala bukan berarti ia menyeberang 'tanpa rintangan' di garis putih itu. Ia terhalang sejumlah motor yang seenaknya berhenti persis di atas zebra crozz, bahkan banyak pula telah melewati garis penyeberangan.

Saya mencoba menduga, bule ini bergegas mungkin karena sudah tahu tabiat pengendara motor di Jakarta. Sebenarnya dia bisa saja berjalan lebih tenang, karena angka yang tertera di dekat lampu merah masih 52 detik. Tapi ia sadar, ini Jakarta!

Jika tak bergegas, motor dari belakang akan kian merangsek ke depan, dan menutup garis penyeberangan. Bahkan jika lambat, ia bisa saja di klakson tiada henti.

Kebiasaan seperti ini adalah satu dari ratusan pelanggaran yang kerap dilakukan pemotor di Jakarta. Satu dari ribuan pelanggaran pengendara di jalanan. Satu dari jutaan kesemrawutan transportasi kita. Satu dari milyaran dan trilyunan ketidakberesan di negeri ini. *pagi-pagi sudah ngeluh :D

Rabu, 09 November 2011

Satu Nyawa Satu Berita

Rabu, 09/11/2011 10:50 WIB
Gelandangan Tewas di Sekitar Perlintasan Kereta Percetakan Negara

Jakarta - Seorang gelandangan ditemukan tewas di sekitar perlintasan kereta Jl Percetakan Negara I, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pria ini tewas tidak jauh dari pos penjagaan perlintasan kereta di lokasi itu.


Mayat ini ditemukan tukang ojek yang biasa mangkal di lokasi itu pada Rabu (9/11/2011) pukul 07.00 WIB. Mayat pria ini mengenakan kaos abu-abu dan celana pendek warga biru. Ia juga membawa bungkusan. Diperkirakan pria tersebut berusia 20-an tahun.

"Sepertinya dia gelandangan dan baru 4 hari terlihat sekitar sini," kata Yudi, tukang ojek yang melihat kondisi mayat tersebut.


Di Jakarta, kematian-kematian seperti ini sudah rutin. Melengkapi berita kematian lain yang beragam. Kecelakaan, atau pembunuhan yang penuh drama dan punya kisah panjang sebelum ajalnya datang.

Gelandangan, pengemis, pria tua, dll yang malang. Mereka mati dalam sepi, tak  ada sanak keluarga. Sakit atau mungkin kelaparan akut, lalu tergeletak di tanah yang ia pijak saat itu. Kematian hanya melengkapi takdirnya, bahwa hidup pasti ada endingnya. Tak ada orang yang menyesali, tak ada keluarga yang mempertanyakan. Bahkan tak ada yang mengenalnya, mungkin tak ada yang mau. Berakhir begitu saja.

Suatu waktu saya berbincang dengan kawan yang kerap menulis berita kriminal mengenai berita kematian seperti ini. Kami -meski saya yang mengusulkan- menyebutnya 'satu nyawa satu berita'. Kematian yang diberitakan hanya satu kali.

Di media online, berita seputar penemuan mayat di Jakarta punya pembaca yang banyak. Apalagi jika kasus itu punya potensi menjadi sebuah drama, pasti diberitakan lebih dari satu kali. Seperti kisah Hartati, perempuan usia setengah baya yang ditemukan tewas di Jl Kurnia, Gang D, Jakarta Timur pada pertengahan Oktober lalu . Oleh pembunuhnya, ia dimasukkan dalam kardus TV. Besoknya, di sudut Jakarta yang lain, juga ditemukan mayat bocah di dalam koper.

2 Kasus ini diselidiki oleh Polsek yang berbeda. Semula diangap kasus yang berdiri sendiri. Beberapa minggu kemudian, mulai terkuak identitas keduanya.Ternyata mereka adalah ibu dan anak. Dibunuh dengan sadis oleh Rahmat, pacar Hartati. Fakta terendus, dan cerita mengalir. Tentang Hartati yang janda, tentang Rahmat yang punya pacar lain, dan hal-hal rumit lainnya hingga pembunuhan terjadi.

Kasus-kasus seperti Hartati, oleh media online, pasti dikemas seakan pembaca menonton film detektif. Kita akan diajak menelusuk kasusnya pelan-pelan. Tahap demi tahap. Pembaca, reporter dan penulisnya bahkan tidak akan tahu seperti apa endingnya.

Rentetan fakta-fakta baru hasil temuan polisi disajikan terus-menerus. Reporter dituntut gencar memburu informasi terkini. Mewawancarai semua pihak yang terkait. 'Drama' Hartati disuguhkan dengan puluhan berita lanjutan hingga kasusnya terungkap.

Berita kriminal seperti ini memang kerap ditempatkan di 'kasta tinggi'. Lalu soal gelandangan ini, yang tidak ada mengenalnya, dan mungkin tak akan mau, hanya sisipan di tengah berita-berita pembunuhan yang dikemas seru. Setelah sekali diberitakan, tak ada lagi yang ingin mengikuti kelanjutannya. Dan memang tak ada lagi kelanjutannya. Kematian biasa, dan dramanya hanya pada si empunya hidup.

Hidupnya berakhir, berita hanya satu dan terakhir. Pada kasus seperti ini, gelandangan yang mati di rel kereta, atau pengemis yang meninggal kelelahan di taman kota, dan kematian-kematian lain yang 'tak punya drama', maka berlaku idiom ini; Satu nyawa satu berita.

Rabu, 13 Juli 2011

Pagi dan Orang-orang yang Terbunuh

Ini hari kedua saya masuk kantor setelah cuti menikah. Seperti biasa --setelah 'berlibur' kurang lebih 3 minggu-- saya kembali memelototi komputer. Membuka e-mail yang masuk, dan mengedit berita yang dikirim reporter dari lapangan.

Pagi kemarin dan pagi ini --juga seperti pagi sebelumnya-- selalu ada berita pembunuhan di Jakarta.
Terselip diantara berita perstiwa; macet di sejumlah titik, truk yang terbalik di tol, berita cuaca. Juga sesekali ada berita ocehan politisi menanggapi isu-isu kemarin.

Berita pembunuhan di pagi hari, kerap kejadiannya terjadi di malam hari, atau dini hari. Ditemukan polisi di pagi hari, lalu sampai ke telinga wartawan.

Selasa, 12/07/2011 09:33 WIB
Pria 65 Tahun Tewas Dibunuh di Ciracas  


Jakarta - Pembunuhan terjadi di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Seorang kakek berusia 65 tahun tewas bersimbah darah di kamar rumahnya di Jalan H Baping, Ciracas, Jakarta Timur. Diduga kuat, kakek itu tewas dibunuh.


Peristiwa naas itu terjadi pada Senin (11/7) sekitar pukul 19.30 WIB. Pembunuhan itu menimpa H Zaenal Abidin (65). Tewasnya pria tua itu baru diketahui saat warga sekitar curiga karena Zaenal yang biasanya salat berjamaah tidak pergi ke musala saat dzuhur.


Warga kemudian mengecek ke rumah Zaenal. Saat pintu rumah diketuk tidak ada jawaban sama sekali. Kemudian warga mencoba masuk ke dalam rumah karena pintu rumah tidak dikunci. Saat masuk ke dalam rumah warga kaget saat menemukan Zaenal bersimbah darah dengan keadaan tertelungkup dan kepalanya ditutupi jaket.


Diduga, Zaenal tewas terbunuh. Sebab ditemukan ceceran darah mengarah ke pintu belakang. Diduga, pelaku kabur melalui pintu belakang.


Informasi dari Humas Polda Metro Jaya, petugas kepolisian dari Polsek Ciracas tengah menyelidiki kasus pembunuhan ini. Beberapa orang saksi juga sudah diperiksa. Sementara diketahui barang-barang si kakek yang hilang adalah telepon seluler dan dompet.

Jumat, 24 Juni 2011

Awal Mula

Alhamdulillah, tiba juga hari ini..
Sudah lama saya berangan-angan ingin menulis di blog secara rutin. Tapi tak kunjung dimulai. Tiap kali saya ingin menulis, ada saja halangannya.

Sekarang, saya sudah punya kemauan, setidaknya untuk meng-upload tulisan pertama. Memang bukan jaminan jika saya akan rutin menulis setelah ini, yang penting niat awal dulu :p

Bagi saya ini pencapaian yang kedua di tahun 2011. Pencapaian yang pertama tentunya acara lamaran saya yang 'perfecto' di awal April lalu: dengan rebana, diantar iring-iringan, tanpa mengeluarkan uang banyak :D. Saya berterimakasih pada semua orang telah berbaik hati padaku.

Yang kedua adalah mengupload tulisan pertama. Ini memang langkah menjanjikan, dari berjuta-juta kemalasan yang telah saya perbuat. Dengan menulis, minimal 'beban' hidup saya bisa berkurang :D

Seringkali saya bingung dengan banyak hal yang mampir di pikiran saya, sengaja maupun tidak sengaja. Hal-hal itu bisa berupa umpatan, cacian, atau kemarahan yang  meletup-letup pada banyak persoalan. Kadang pula ada moment miris, getir, atau menyayat-nyayat hati. Rasanya rugi jika tak saya kekalkan.

Dan akhir kata, semoga saya bisa konsisten menulis di sini. Saya tak mau di tahun ini, kemalasan saya yang berjuta-juta itu, bertambah lagi. Amin.